Selasa, 01 Maret 2011

PENYESALAN YANG KU RASAKAN


Kupandangi keajaiban malam ini dari balik jendela kamarku. Sang rembulan menyapaku dengan senyumannya yang menawan didampingi oleh jutaan bintang dengan cahayanya yang gemerlap. Sayup-sayup ku dengar lantunan ayat suci yang menggema, menggerakkan hatiku, dan melemaskan jiwaku. Perlahan air mataku jatuh berlinang membasahi kalbu. Tapi apakah daya ??? aku hanya bisa berharap kebahagiaan akan datang menjemputku.

Dikala mentari menyap. Kusibakkan kain yang menutupi tubuh kecilku. Kubuka jendela kamarku. Terdengar kicau burung dan nyanyian ayam jantan. Kuhirup udara pagi yang tertutup kabut putih. Hangat....... segar........... dan sejuk. Aku mulai menapakkan kakiku menelusuri jalan menuju sebuh gedung sekolah.
“ Pagi Fina......” Suara itu tak asing terdengar ditelingaku. Aku menoleh dan tersenyum pada segerombolan anak yang tiba-tiba berlari menubrukku dan merangkulku. “ G biyasanya ...... Pagi bener non ! “ cewe yang berambut panjang dengan lesung pipi itu menyindirku. Dia Layla, teman sebangkuku.
“ Eh hari ini gak ada pelajaran kan ? ...... kan ada pertandingan basket. “ Aku mulai membuka mulutku menambah keramaian ruangan kelas pada pagi ini.
“ Ciyee ... yang mentang-mentang cowo idolanya mau maen....”, Layla menyindirku lagi. “ Ooo. Jadi ntar kak Ramon maen to ?, Pantesan mana mulai ikut menyindirku. “ Yiyalah..... Daripada kamu La, ngefans ma Glen Alinski. Ampe mulai menanggapi sindiran mereka “ Biarin !!! Ngefans ma cinta itu beda.... lho!! Kamu tu sebenere ngefans pa cinta sich ma Ramon.” Nada Bicara Layla mulai serius. “ Tau ya... kayaknya aku ada rasa dech ma kak Ramon.” “ Eh gila loe ya !!”, Tiba-tiba Jesicca memukul pundakku dan menatappku tajam. “ Kamu kenapa sich Jes. Kesambet ya ?. Aku bertanya heran.” Hey .... kamu kanudah punya Rangga kan sayang banget ma kamu dia selalu memberikan yang terbaik buat kamu. Kamu jaga perasaan dia donk coba kalau kamu ada diposisi dia, gimana perasaan kamu!” . Nada bicaranya semakin tinggi.” Napa sich !, This is my life, ya biarain kak Rangga sayang and cinta ma aku. Low sayangnya ma kak Ramon, mang napa! Jangan sekali-kali maenin perasaan cowo ! nyesel seumur hidup barau tau rasa loe ! minggir !! Daripada denger kamo ngomel mending liat kak Ramon tanding basket.”
Aku segera berlari dan meninggalkan teman-temanku yang masih memandangiku dari kejauhan kakiku melangkah menuju lapangan basket. Kulihat sekeliling. Mataku tertuju pada sesosok laki-laki yang memakai kaos berwarna putih dengan rambut pendek dan kulit kuning bersih, berdiri di depan ring basket sambil mendribel bola dan sekali-kali memasukkan bola itu ke ring.
Aku tertegun pada sosok pria itu. Aneh, setiap kala aku memandanginya jantungku terasa berdebar, dan hatiku berbunga-bunga, perasaan ini tak pernah aku rasakan jika aku memandang kak Rangga, orang yang slama ini menyayangiku dengan tulus. Tiba-tiba suara peluti panjang membuyarkan lamunanku. Aku benar-benar menyaksikan pertandingan itu dengan seksama akan boleh dibilang permainannya kak Ramon hehehe...!!!
Malam mulai menyapa. Bulan dan bintang nampak begitu jelas diatas sana. Aku termenung memandng langit dari jendela kamarku. Terlihat bayangan dua sosok laki-laki di langit. Keduanya tersenyum padaku, namun yang seorang tersenyum dengan gurat kesedihan dan mata yang berkaca-kaca,” Kak Rangga !” tiba-tiba aku teringat senyum manisnya. Omelan Jesica tadi pagi terngiang di telingaku. Aku merasa bersalah pada Kak Rangga Aku benar-benar telah menyai-nyiakan cinta dan kasih sayangnya.
Enam bulan sudah aku menjalani hubunganku dengan Kak Rangga. Namun aku tak merasakan apa-apa. Kamu jarang bertemu, karena kami berbeda sekolah. Kamipun juga jarang berkomunikasi ini semua memang salahku. Mungkin dia sudah lelah karena aku mengabaikannya, setiap dia telepon, kata sibuk selalu aku ucpkan. Setiap sms aku jarang membalasnya. Sudah 2 bulan juga aku dekat dengan kak Ramon. Itu yang membuatku lebih jauh dari kak Rangga. Bahkan tak ada lagi kabar darinya.
Aku tak tahu . . . malam ini tiba-tiba aku teringat pada kak Rangga. Aku benar-benar merindukannya aku pandang langit yang gelap. Tak ada bulan apa lagi bintang yang slalu menemani malam-malamku rintik-rintik hujan mulai turun dan membasahi pepohonan yang tertiup angin. Kali ini kulihat bayangan sesosok laki-laki di langit tapi dia tak tersenyum. Gurat kelelahan dan kesedihan tergambar jelas diwajahnya.
Tiba-tiba ponselku berbunyi mengagetkanku. Aku segera meraihnya. Kubuka pesan itu perlahan. Kak Rangga !!.... hatiku berbunga-bunga menerima pesan darinya. Tapi... seketika aku lemas tak berdaya. Kepalaku ku sandarkan ke tembok. Hatiku benar-benar hancur setelah membaca isi pesannya. “ Selamat tinggal Cintaku.” Rasa menyesal mengahantuiku aku tak ingin kehilangan kak Rangga. Tapi aku merasakan sesuatu yang aneh, perasaan aku benar-benar tak enak. Aku ingin bertemu kak Rangga. Malam ini juga !! segera aku berlari menuju garasi, sambil memakai jaket ku ambil kunci mobilku.
“ Mau kemana malam-malam begini !” Tiba-tiba suara ibu mengagetkanku.
“ Ada kepentingan sebentar bu!”
“ Malam-malam begini, Diluar hujan sayan,”
“ Tapi ini penting bu !!”
Aku segera menjalankan mobilku, tak menghiraukan omongan ibu. Maafkan Fina bu. Aku tak tau akan kemana, rasanya aku ingin bertemu kak Rangga, berlari dan memeluknya.”
Ditemani rintik hujan, aku memasuki pekarangan sebuah rumah sederhana bercat hijau muda. Ku ketuk pintu rumah tersebut. Tak ada suara ku coba sekali lagi dengan teriakan dan ketukan yang agak keras. Tak lama kemudian, seorang wanita separuh baya membukakan pintu. Kupandang wajahnya, seorang ibu yang sabar dan lembut.
“ Jesica malem-malem kesini ada apa ?? mencari Rangga !!! suara lebut ibu itu membuyarkan kekaguman padanya..... aku hanya mengangguk.
“ Tapi Rangga belum pulang katanya ada praktek, dia pulang agak malam... mungkin sebentar lagi!”
“ Ohh ... Apa Jesica boleh menunggu sebentar, Bun,!!” Ya!! Aku biasa memanggilnya bunda. Karena kak Rangga juga memanggilnya bunda... Tujuh tahun setelah ayahnya meninggalkannya kak Rangga hanya tinggal dengan bundanya tercinta, yang membesarkan kak Rangga hingga seperti sekarang,” ya ... terserah Jesica ... Ayo masuk Bunda buatkan teh hangat.
Aku memasuki rumah itu perlahan. Kulihat sebuah foto besar terpajang di dinding. Seorang ibu, laki-laki tua dan anak kecil mungil yang lugu tersenyum dan bergaya lucu. Aku tersenyum dan tertawa kecil.
“ Jesica.. tertawa sendiri, ada yang lucu ya...!!” tiba-tiba bunda muncul dengan membawa ? gelas teh hangat dan kue.
“ Ya Bun, foto itu!” aku tersenyum sambil menunjukfot berbingkai coklat gold,
“ itu saat Rangga masih berumur 4 tahun, saat ayahnya masih ada disisi kami.”
“ Ya Bun, kak Rangga masih lucu dan lugu,”
“ Eh ni bunda punya bronis kesukaan kalian berdua. Tadi pagi-pagi sekali Rangga bangunkan bunda dan menyuruh bunda untuk membuatkan bronis ini! Bunda bilang besok tapi dia mencicipi bronis buatan bunda, bunda merasa aneh. Saat makan kuenya dia pegang tangan bunda, dia berkata : Bun maafkan Rangga ya... Rangga belum bisa membahagiakan Bunda.” Bunda benar-benar terharusatu kata dari dia lagi yang membuat Bunda lebih heran. Saat ia akan pergi, dia bilang :” Bun, kue ini untuk Jesic ya ? Mungkin ini bronis terkahir dari Rangga buat Jesida, sampai jumpa Bunda!!” dan dia juga kecup kening bunda,” Perasaanku benar-benar tak enak setelah bunda bercerita. Aku tak mengerti, tiba-tiba bayangan kak Rangga terbaring dan tertutup kain putih. Aku menangis dan berteriak.
“ Bunda !!! Kak Rangga !!!”
“ Jesica!!! Kamu kenapa sayang???”
Aku tak peduli, kutarik tangan bunda dan ku ajak bunda masuk ke mobil. Ku gas mobilku dengan rasa gundah dan khawatir. Bawah rintik hujan yang semakin deras. Bayangan kak Rangga terlihat semu, ingin rasanya aku berlari dan memeluknya. Aku tak tahu akan kemana. Terasa ada yang membisik telingaku dan hatiku pula berkata, aku harus berhenti disini. Ya! Di sebuah tempat yang mungkin mengerikan bagi sebagian oran. Aku segera berlari memasuki gedung itu dan menuju tempat dimana suster mencatat para pasiennya.
“ Suster!! Ada kecelakaan malam ini ??? Aku bertanya dengan nada tak sabar pada seorang suster yang duduk di depan computer.
“ Bentar ya dik .....! “ Kata suster itu sambil mencarai daftar dalam komputernya. Aku gundah dan benar-benar gelisah. Diluar hujan semakin deras
“ Ada dik... tiga orang.”
“ Apa !! cowok suster!! Anak sekolah ??”
“ Ya! Ada !!! Rangga Pratama!” seketika kakiku trasa lemas. Tubuhku tak kuat berdiri lagi. Aku masih tak percaya, nama kak Rangga keluar dri mulut suster itu. Tiba-tiba bunda pingsan, suster segera menolongnya.
Aku segera berlari mencari sesuatu yang tak pasti. Aku letih, tiba-tiba kulihat seorang lelaki berdiri dibawah pohon.
“ Kak Rangga!!!!!!” Lelaki itu menoleh. Ohh tuhan... itu bukan kak Rangga. Dimana dia sekarang?? Aku ingin bertemu!! Kulihat sekelilingku. Mayaku tertuju pada sebuah ruangan yang bertuliskan “ UGD “ Aku segera berlari menuju ruangan itu. Seorang dokter keluar dari ruangan mengerikan itu. “ Dokter!! Kakak saya!! Rangga Pratama!! Saya adiknya!”
“ Sabar ya dik...”
Aku tak sabar. Aku berlari memasuki ruangan kulihat seorang lki-lki berbaring memakai seragam sekolah berlumuran darah. Aku berlari memeluknya. Tiba-tiba bunda menyusul dari belakang. Beliau sudah siuman.” Kak Rangga!! Aku berteriak dan menangis meronta. Bunda meneteskan air mata dan memeluk Kak Rangga erat.” Bundaku tercinta...., Jes, jaga bunda ya... aku sayang kamu. Maafkan Rangga belum bisa membahagiakan dua wanita paling berharga dalam hidup Rangga. SELAMAT TINGGAL SEMUA!!! Aku sayang kalian. Lailahaillalloh..... “ Tiiiiiitttt...... Suara Panjang dan garis lurus ergambar dalam layar detak jantung. “ KAK RANGGA!!!!”
Kini kak Rangga pergi untuk selamanya. Pesan itu. Bronis itu kenangan terkahirku. Seandainya mentari tadi pagi dapat muncul kembali.... Aku menyesal, penyesalan yang kini aku rasakan. Kini bintangku tk bersinar lagi. Hanyalah cinta dan kematian yang dapat mengubah segalanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar